Sekilas isi buku:
Bedah azimat, mungkin itu kalimat yang pasti dilontarkan untuk buku yang satu ini. Bagaimana tidak, sejak awal, pembaca akan disuguhi beragam azimat yang sering digunakan oleh beberapa kalangan umat Islam di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, azimat-azimat tadi langsung digali dari sumber utamanya seperti kitab Syamsyul Maarif dan Al Aufaq. Wow, kitab berbahasa arab? Ya, mungkin sebelumnya, yang terbayang di benak kita, azimat adalah sesuatu yang melekat pada dukun atau paranormal yang jauh dari air wudlu, dan shalat. Namun pandangan tersebut tidak seluruhnya benar. Ternyata, azimat pun tak jarang digunakan oleh mereka yang dekat dengan shalat, bahkan berpenampilan agamis dengan sorban maupun songkok. Lebih parah lagi, barang haram ini (tidak cuma narkoba), lekat dengan mereka yang ditokohkan dalam agama. Tentu realitas ini menyihir banyak kaum awam ataupun santri yang begitu taat, sendiko dawuh, dengan orang yang ditokohkan. Dalih bahwa azimatnya diambil dari Al Quran, berbahasa Arab, ditulis dengan doa-doa dan dzikir yang berbahasa Arab, diperoleh dengan lelaku puasa, shalat malam dan sebagainya mungkin bisa juga dijadikan pembclaan. Namun itu semua hanyalah dalih yang tak ada dasarnya dari Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad shallahu'alihi wasalam. Pun penggunaan jimat tersebut tak pernah dipraktekkan oleh generasi umat Islam pertama, generasi terbaik. Kalau seandainya perbuatan tersebut baik, pastilah mereka yang pertama kali mempraktekkannya. Azimat berbau arab inilah yang dikupas dan dibedah dalam buku ini. Semua azimat tadi syirik, bertentangan dengan akidah yang lurus, atau minimalnya mengarah kepada hal-hal yang berbau syirik. Penulis mencoba mementahkan dan mengungkapkan kekeliruan isi azimat dan penggunaannya dengan mengetengahkan dalil-dalil dari Al Quran dan Hadits. Buku ini tak melulu berisi bongkar-bongkaran azimat saja, tapi juga mengangkat kisah-kisah nyata seputar azimat, para kiai dan para pengguna azimat yang pernah diketahui atau didengar oleh penulis. Kisah-kisah yang boleh jadi akan membangkitkan keheranan, senyuman atau kernyitan di dahi pembaca. Tentu saja, tidak semua kiai identik dengan azimat, bahkan ada kiai yang tak suka azimat. Semoga saja kiai yang tidak suka dengan azimat dan rajah begini jumlahnya semakin banyak di Indonesia. Buku ini ditulis dengan gaya yang cukup meledak-ledak sehingga bisa mengenyahkan rasa jemu dalam membaca. Sudahlah, silakan buktikan sendiri saja. (Azka) sumber:El-Fata 10 Volume 7
|
|